Sembrono Berakhir Maut

Sembrono Berakhir Maut

Misa Jum'at pertama malam itu sudah usai sejam lalu. Juwita masih khusyuk berdoa, berlutut di bangku baris ketiga. Kedua telapak tangannya dikatupkan, ditempelkan di dada. "Adakah ujud spesial, sehingga ia seperti lupa waktu." batin Randy. Randy mendekati Juwita :  "Juwita....Wit....Wit...." Randy berbisik, mengajak beranjak, tetapi Juwita diam tetap diam, dan terus berdoa.

Dari kejauhan Leo memperhatikan Juwita yang sedang khusyuk berdoa dan dia melihat Juwita di dekati seorang pria. Leo merasa belum mengenal pria itu, sedang memanggil-manggil Juwita. "Siapakah pria itu sebenarnya?, kekasih atau kakaknya?" batin leo bertanya-tanya. Setiap jum'at pertama Leo datang ke misa tersebut, dan memberi Hosti ( Roti Kudus ) kepada Juwita. Leo sendiri adalah seorang Prodiakon di Paroki itu.

" Permisi pak Leo..." sapa Juwita melintas di depan Leo, sembari menggandeng tangan cowok yang tadi berbisik di sampingnya. Menuju parkiran motor, dan segera melaju, berboncengan mesra layaknya orang pacaran. Sementara pak Leo berdiri termangu di depan pintu gereja, "Mmm....memang, anak muda sekarang...." keluhnya sambil geleng kepala.

Dalam sekejap pandangan sosok ke dua pemuda itu tidak terlihat lagi di mata prodiakon Leo setelah pamit keluar dari gereja. Pak Leo senantiasa mendoakan semua orang muda katolik di parokinya, agar mereka taat kepada Allah melalui pelayanan di lingkungan dan parokinya. "Mereka adalah penerus gereja untuk terlaksananya Kerajaan Allah di bumi." harapan pak Leo.

"Bang....kenapa kita lurus, nggak belok kiri?" tanya Juwita kepada Randy, cowok yang memboncengkan dirinya. Tetapi Randy tidak bergeming dan terus melajukan motor maticnya. Melaju dengan cepat sekali, seakan-akan dikejar hantu saja sehingga membuat hati Juwita ketakutan, ada apa gerangan yang terjadi dengan si Randy. Sejak keluar dari gereja, dirasakan Juwita, ada yang aneh dengan dirinya. Suara Juwita yang begitu keras berusaha menenangkan Randy, tidak dapat didengar olehnya karena suara itu berbenturan dengan suara angin yang berbicara secara bersamaan.

"Gubraaak...." motor Randy terjerembab masuk ke lobang besar, galian pipa air minum yang berada di pinggir jalan. Tubuh Juwita terpelanting dan jatuh berguling-guling membentur aspal berkali-kali. Sementara Randy dan motornya masuk terperangkap ke dalam lobang itu. Seketika itu tak berapa lama, sudah banyak orang yang datang, setelah melihat dan mendengar bunyi yang sangat keras dari motor yang jatuh ke aspal, segera mereka berlarian dan menolong mereka berdua yang mengalami kecelakaan. Yang satu berguling-guling di aspal dan yang satunya lagi masuk ke lobang galian yang cukup besar itu. Keadaan mereka di tempat perkara tersebut tertutup oleh banyak orang yang berdatangan ingin menolong dan melihatnya.

Randy menggeliat, segera beberapa lelaki menolong menariknya ke atas, kemudian motor maticnya juga diangkat ke atas. Rasa sakit dan luka berdarah di kedua siku dirasakan Randy dan tidak digubrisnya. Segera ia mendekati Juwita yang masih terkapar di antara kerumunan orang. Dan suara ambulan terdengar semakin dekat. Juwita dibawa ke rumah sakit terdekat bersama Randy dan seorang wanita perawat dari rumah sakit tersebut.

Perawat itu membantu menangani kondisi Juwita dengan memperhatikan peralatan medis yang dipasangkannya ke tubuh, lengan dan mulutnya dengan cekatan. Randy terus memandang dan menghibur Juwita dengan rasa bersalah dan sedih. Suara sirine ambulan terus mengaung meminta diberikan jalan untuk segera tiba di rumah sakit.

Dengan penuh rasa was-was Randy terus memegang kaki Juwita, pikirannya melayang teringat ketika ngobrol-ngobrol dengan beberapa orang pelayat dua hari lalu, tetangganya meninggal, katanya orang kalau mau meninggal pelan-pelan dimulai dari ujung kakinya yang terasa dingin. Randy kuatir dan berusaha menepis pikiran ngawurnya itu, tetapi apa daya, hidup bukan miliknya melainkan miliknya Tuhan Yang Maha Kuasa. Ketika masuk ke ruang IGD sesaat akan dilakukan tindakan, Juwita menghembuskan nafasnya yang terakhir. Randy jatuh bersimpuh di samping ranjang Juwita. Menyesali kesembronoannya mengendarai motor dan lepas kendali hanya karena gara-gara merasa tidak digubris ketika Juwita khusyuk berdoa. 

                                TAMAT

RAYS + HJPM


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Senandung Damai Di Negeri-Ku, Indonesia

Perhatian Yesus Kepada Orang-Orang Yang Mendatangi-Nya

Istirahat dan Makan pun Tidak Sempat