Bukan Tulah
Bukan Tulah
Arthur Schopenhauer mengatakan bahwa: Hidup adalah Penderitaan, dan makhluk yang paling menderita adalah manusia. Manusia menderita karena pertama-perama ia mau hidup. Manusia ketika menyatakan siap untuk terus menjalani hidupnya, itu berarti ia siap untuk menderita pula.
Derita artinya menanggung atau merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan. Penderitaan itu dapat lahir atau batin, dan lahir-batin. Tujuan penderitaan yang dialami seseorang adalah jalan kepada pertobatan. Cara mengatasi penderitaan adalah sadar dan mohon ampun atas segala perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, kemudian menerima keadaan apa pun yang datang dengan rasa positif dan berikhtiar dengan benar; yaitu menyederhanakan keinginan, agar sesuai dengan kemampuan dan keadaan kita yang sebenarnya.
Penderitaan dikatakan sebagai kodrat manusia, artinya sudah menjadi konsekwensi manusia hidup, bahwa manusia hidup ditakdirkan bukan hanya untuk bahagia, melainkan juga menderita. Karena itu manusia hidup tidak boleh pesimis yang menganggap hidup sebagai rangkaian penderitaan.
Penderitaan itu rasa sakit dalam arti luas, dapat menjadi pengalaman ketidaknyamanan dan kebencian terkait dengan persepsi bahaya atau ancaman bahaya pada individu. Penderitaan adalah elemen dasar yang membentuk valensi (kekuatan) negatif dari afektif (emosi atau nilai) fenomena. Sigmund Freud menyebutkan ada 3 sumber penderitaan manusia:
Tubuh manusia: lemah; rentan;
Manusia fana: tubuh membuat manusia sakit;
Dunia: keunggulan alam; bencana alam; ketidakmampuan manusia untuk mengendalikan alam; alam sebagai kebutuhan. Orang yang pesimis merasa hidup ini menjadi beban penderitaan yang sangat panjang, sehingga ia selalu gelisah, takut, cemberut, khawatir, dan mengeluh di hari-harinya.
Penderitaan bagi orang percaya merupakan kasih karunia Allah sebab, tidak ada yang jahat yang berasal dari Allah dan rancangan-Nya bukan untuk mencelakakan umat-nya melainkan menyediakan masa yang penuh dengan harapan. (Yeremia 29:11). Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. (Yesaya 53:4)
Tuhan seringkali mengijinkan penderitaan itu terjadi dalam hidup kita. "Karena kamu tahu, bahwa jika kemah tempat kediaman kita di bumi dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia " (2 Kor 5:1). Sebagai pengikut Yesus harus menderita, seorang murid tidak lebih daripada gurunya, atau seorang hamba tidak lebih daripada tuannya. Kita memang harus menderita karena Kristus dan memikul salib-Nya, sebab itulah jalan keselamatan bagi kita.
Ayub, seorang saleh dan jujur, ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Ia mendapat tujuh anak laki-laki dan tiga anak perempuan. Ia memiliki tujuh ribu ekor kambing domba, tiga ribu ekor unta, lima ratus pasang lembu, lima ratus keledai betina, dan budak-budak dalam jumlah yang sangat besar, sehingga orang itu adalah yang terkaya dari semua orang di sebelah timur.
Pada suatu hari datanglah anak-anak Allah menghadap Tuhan dan diantara mereka datanglah juga Iblis. Maka bertanyalah Tuhan kepada Iblis: "Dari mana engkau?" lalu jawab Iblis kepada Tuhan: "Dari perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi." lalu bertanyalah Tuhan kepada Iblis: "Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorang pun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Lalu jawab Iblis kepada Tuhan; " Apakah dengan tidak mendapat apa-apa Ayub takut akan Allah? Bukankah Engkau yang membuat pagar sekeliling dia dan rumahnya serta segala yang dimilikinya? Apa yang dikerjakannya telah Kau berkati dan apa yang dimilikinya makin bertambah di negeri itu. Tetapi ulurkan tangan-Mu dan jamahlah segala yang dipunyainya, ia pasti mengutuki Engkau di hadapan-Mu."
Maka firman Tuhan kepada Iblis: "Nah, segala yang dipunyainya ada dalam kuasamu, hanya janganlah engkau mengulurkan tanganmu terhadap dirinya." kemudian pergilah Iblis dari hadapan Tuhan.
Pada suatu hari, tiba-tiba datanglah angin ribut bertiup dari seberang padang gurun, dan rumah yang berisi tujuh anak laki-laki dan tiga anak perempuan Ayub mati tertimpa rumahnya yang roboh karena dilanda angin ribut itu pada empat penjurunya. Lembu sapi sedang membajak dan keledai-keledainya sedang makan rumput diseranglah oleh orang-orang Syeba dan merampasnya serta memukul penjaganya dengan mata pedang. Api menyambar dari langit dan membakar serta memakan habis kambing domba dan penjaga penjaganya. Orang-orang Kasdim membentuk tiga pasukan lalu menyerbu unta-unta dan merampasnya serta memukul penjaga dengan mata pedang.
Maka berdirilah Ayub lalu mengoyak jubahnya, katanya: "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi , Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!" Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah yang kurang patut.
Berfirmanlah Tuhan kepada Iblis: "Nah, ia dalam kuasamu, hanya sayangkan nyawanya." Kemudian Iblis pergi dari hadapan Tuhan, lalu ditimpanya Ayub dengan barah yang busuk dari telapak kakinya sampai ke batu kepalanya. Lalu Ayub mengambil sekeping beling untuk menggaruk-garuk badannya, sambil duduk ditengah-tengah abu. Maka berkatalah isterinya kepadanya: "Masih bertekunkah engkau dalam kesalahanmu? kutukilah Allahmu dan matilah." Tetapi jawab Ayub kepadanya: "Engkau berbicara seperti perempuan gila ! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya.
Setelah mengalami bertubi-tubi penderitaan akhirnya Ayub dipulihkan Allah. Tuhan memberkati Ayub dalam hidupnya yang selanjutnya lebih daripada dalam hidupnya yang dahulu; ia mendapat empat belas ribu ekor kambing domba, enam ribu unta, seribu pasang lembu, dan seribu ekor keledai betina, jumlahnya lebih banyak daripada dahulu, ia mendapat tujuh orang anak laki-laki dan tiga anak perempuan , dan anak perempuan yang pertama diberinya nama Yemema, yang kedua Kezia, dan yang ketiga Keren Hapukh. Di seluruh negeri tidak terdapat perempuan yang secantik anak-anak Ayub, dan mereka diberi ayahnya milik pusaka di tengah-tengah saudara-saudaranya laki-laki. Sesudah itu Ayub masih hidup seratus empat puluh tahun lamanya, ia melihat anak-anaknya dan cucu-cucunya sampai keturunan yang ke empat. Maka matilah Ayub, tua dan lanjut usia.
Rays
22019
Komentar
Posting Komentar