100% Katolik 100% Indonesia
100% Katolik 100% Indonesia
Yohan melihat kembali jam di dinding, jarum panjang berada di angka 4 dan jarum pendeknya berada di angka 8.
Jarak gereja dengan rumah Yohan dapat ditempuh 10 menit. Ayah segera mengeluarkan mobilnya sementara itu ibu sudah ada di dalam mobil dan Yohan segera menutup pintu gerbang rumahnya. Setelah menempuh perjalanan dalam sepuluh menit, mereka tiba di pelataran parkir gereja. Mereka keluar dari mobil, dan Yohan berlari kecil menuju ruang pakaian misdinar. Yohan berkumpul dengan teman-teman lainnya seperti misdinar yang lain, pemazmur, seorang lektris dan seorang Pastur.
Sementara itu ayah dan ibu Yohan akan menempati kursi yang masih kosong agak di depan pada baris ke empat dari mimbar. Ayah berlutut dan membuat tanda salib sebagai doa dan menghormati Tuhan, diikuti ibu sebelum memasuki dan duduk di kursi tersebut. Lima menit lagi perayaan misa kudus itu akan segera mulai dan lambat laun para undangan misa telah memenuhi setiap baris kursi yang tersedia kemudian suasana menjadi hening ketika lonceng gereja berbunyi sebagai tanda misa kudus akan segera dimulai.
Para undangan misa kudus berdiri dan memperhatikan arakan Pastor dan diiringi para petugas misa kudus tersebut. Pastor menghadap Altar dan membungkukkan badan sedikit untuk menghormati Tritunggal Maha Kudus di Altar diikuti para umat yang hadir sebagai undangan kudus. Ayah dan ibu Yohan pun mengambil bagian dalam perayaan suci itu dan memperhatikan Yohan, anaknya yang ikut bertugas membantu pastor dalam pelaksanaan terselenggaranya misa kudus tersebut.
Yohan sangat lugas dan cekatan menjalani semua prosesi misa kudus itu, sedangkan ayah secara diam-diam merasa kagum kepada anaknya yang nampak anggun dan gagah mengenakan pakaian tugas misdinar berwarna putih bersih dan wajah yang penuh sukacita. Ayah sejenak membayangkan seandainya Yohan terpanggil oleh Tuhan menjadi seorang pastor dan tidak menikah, apa yang akan dirasakan Yohan kepada kedua orangtuanya dan bagaimana perasaan seorang ibu dan ayahnya yang hanya memiliki seorang anak semata wayang saja. Yohan adalah putera tunggal di dalam keluarga bapak Slamet dan bu Diah Slamet, kasih sayang kedua orangtua semua tercurah kepada Yohan.
Sebagai orang beriman ayah dan ibu tak henti-hentinya meluangkan waktu untuk senantiasa berdoa kepada Tuhan agar diberikan hikmat di dalam hidup dan di dalam mengambil keputusan yang penting. " Bu, ayah kok merasa bahagia ya melihat anak kita, Yohan rajin melayani gereja sebagai misdinar, ayah tadi kagum kepadanya melayani dan membantu prosesi misa kudus minggu ini, dia sangat bersukacita di dalamnya."
" Iya, yah, ibu juga merasakan apa yang dirasakan oleh ayah, tetapi apakah boleh dan kita sebagai orang tua ikhlas merelakan anak kita satu-satunya, bila Yohan kelak terpanggil menjadi seorang pelayan Tuhan.
Pergumulan terus terjadi mengikuti perkembangan Yohan yang semakin dewasa dan hendak memasuki masa perkuliahan di salah satu universitas. Ayah terus mengikuti perkembangan iman Yohan dan cita-citanya kelak. Yohan semakin tinggi dan gagah, baik hati dan tekun di dalam kehidupan sehari-hari dan di dalam keterlibatannya pada pelayanan gereja.
Pergumulan ayah Slamet belum berakhir, beliau berusaha untuk menemui pastor paroki untuk mendapatkan pencerahan Tuhan. Pastor paroki yang ditemuinya mempersilahkan pak Slamet duduk dan bicara. Pak Slamet dengan jujur mengutarakan semua permasalahan yang dialaminya. Beliau bingung untuk memilih satu di antara dua pilihan yaitu : Apakah ikhlas bila Yohan menjadi seorang pastor? atau sebaiknya Yohan berkeluarga dan memiliki keturunan karena Yohan bisa meneruskan silsilah keluarga pak Slamet.
Pastor paroki mendengarkan semua keluhan pak Slamet, menurut pendapat pastor paroki bahwa bila kelak Yohan menjadi pastor atau berkeluarga semua itu merupakan panggilan yang baik bagi setiap orang muda untuk masa depannya. Dan tidak diharuskan bagi seorang anak apalagi anak semata wayang di dalam keluarga menjadi seorang imam. Keinginan orang tua bagi anaknya untuk bisa menjadi pastor itu tidak bisa dipaksakan kepadanya karena panggilan itu datang dari Tuhan secara kudus dan pribadi kepada seorang yang dipilih-Nya, bukan atas kemauan orang tua. Biarkanlah semua berjalan secara alami dan yang akan dialami oleh Yohan secara pribadi.
Setelah mendapat pencerahan dari pastor parokinya, pak Slamet menjadi mengerti dan lega hatinya dari segala pergumulan yang cukup lama dipendamnya atas keinginan dari dirinya sendiri yang mengingini anaknya menjadi pastor. Panggilan dari Tuhan bagi seseorang tidak berasal dari orang lain tetapi datang dari dirinya sendiri, sebagai orang tua hanya berhak mendoakan baginya untuk menjadi anak yang berguna dan memiliki kasih, kebaikan dan kepedulian kepada orang tua, gereja, sesama, masyarakat dan negara.
Ayah dan ibu Yohan sangat berterima kasih kepada Tuhan yang senantiasa memberkati hidupnya yang sederhana dan bisa terlibat di dalam lingkungan paroki. Bersedia ikut melayani gereja dan lingkungan di RT serta tempat lainnya agar menjadi umat yang memiliki kepekaan di dalam mengemban tugas mencintai dan menyelematkan dunia sesuai ajaran geraja yang universal. Sebagai umat katolik Indonesia sudah seharusnya untuk menjadi 100% katolik dan 100% Indonesia.
Rays
220910
Komentar
Posting Komentar