Politik Praktis Umat Katolik

Apa itu politik?

Politik serapan dari bahasa Belanda, Politiek ; adalah proses pembentukan dalam masyarakat yang antara lain berwujud pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.

Pengertian ini adalah upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat jabatan politik yang dikenal dalam ilmu politik.

Dapat digunakan secara positif dalam konteks solusi politik yang berkompromi dan tanpa kekerasan, atau secara diskriptif sebagai seni atau ilmu pemerintahan, tetapi juga sering membawa konotasi negatif. Konsep setelah didefinisikan dalam berbagai cara, dan pendekatan yang berbeda memiliki pandangan yang berbeda. Selain mendasar tentang apakah itu harus digunakan secara luas atau terbatas, secara empiris atau normatif, dan apakah konflik atau kerjasama lebih penting untuk itu.

Sistem politik adalah kerangka kerja yang mendefinisikan metode politik yang dapat diterima dalam suatu masyarakat, sejarah pemikiran politik dapat ditelusuri kembali ke zaman kuno, dengan karya-karya seperti Republik Plato, politik Aristoteles, dan Arthashastra Chanakya di Timur.

Bagaimana dengan umat Katolik?

Sejak awal umat katolik, sebagai warga negara turut serta dalam berpolitik. Banyak orang Kudus telah memberikan kasaksian akan hal ini, salah satunya adalah Santo Thomas More ( 1478-1535 ). Ia lulusan Universitas Oxford dan London, dan pernah hidup menyepi dalam biara untuk mencari kehendak Tuhan. Setelah itu ia menikah.

Kahidupannya sederhana namum ia mempunyai banyak kawan budayawan, dan seniman termasyhur. Kariernya bermula sabagai advokat, anggota parlemen, diplomat ulung, dan menjadi duta raja. Ia mundur dari politik karena menentang pernikahan raja dengan selirnya. Ia tidak mau disuap dan tidak bersandiwara dalam politik. Ia berhasil memberantas korupsi dan kemalasan dalam dinas pengadilan. Karena ia tetap bertahan dalam keyakinan berdasarkan suara hatinya. Lehernya ditebas. Thomas More adalah negarawan, sastrawan dan martir kebebasan hati nurani terhadap kesewenang-wenangan pemerintah. Ia dimaklumkan sebagai pelindung negarawan dan politisi.

Geraja sebagai hierarki memang tidak berpolitik praktis tetapi Gereja mendorong kaum awam berpolitik. Wewenang "Gereja sama sekali tidak dapat dicampur adukkan dengan negara  dan tidak dapat terikat pada sistem politik mana pun juga. Gereja itu menjadi tanda dan perlindungan transedensi pribadi manusia" (GS, 76).

Apakah umat Katolik tak boleh menjalankan politik praktis?

Sudah barang tentu boleh, bahkan harus, karena di ritus Penutup Perayaan Ekaristi, umat diutus ke dalam kehidupan sehari-hari. Namun diingatkan, "ada pembedaan yang jelas antara apa yang dijalankan oleh umat kristiani, entah sebagai perorangan, entah secara kolektif, atas nama mereka sendiri selaku warganegara, di bawah bimbingan suara hati kristiani dan di pihak lain apa yang mereka jalankan atas nama Gereja bersama para Gembala mereka" (GS, 76)

Jadi dengan bimbingan suara hati yang membedakan manakah perbuatan baik dan manakah perbuatan jahat, umat Katolik berpartisipasi aktif dalam bidang politik. Umat berperan dalam memperjuangkan UU yang berpihak pada warga, membela HAM, terlibat dalam lembaga Eksekutif, Legislatif, Yudikatif, dan Partai Politik. 

Umat juga ikut serta dalam memilih pimpinan negara yang memiliki integritas, memberi suara pada Pemilu. Ia dapat juga menghadiri rapat umum, mempengaruhi keputusan-keputusan pemerintah yang berpihak pada rakyat. Selain itu, ia dapat juga bersuara kritis melalui media massa, aktif dalam LSM, bekerjasama dengan golongan atau komunitas lain, membangun masyarakat yang sejahtera dan adil.

Dalam melaksanakan politik praktis, umat Katolik tidak perlu selalu menunggu petunjuk moral hierarki. 
Mengapa? 
Masalah keadilan, hormat pada kehidupan, bukanlah kawajiban keagamaan, tetapi berlaku untuk semua orang.

Para ahli pikir seperti Plato, Aristoteles, Konfusius mengemukakan pendapatnya tentang moralitas politik tidak berdasarkan agamanya  tetapi berdasarkan akal budinya. Manusia adalah makhluk yang berakal budi dan berdasarkan akal budi dan suara hatinya harus berpolitik dengan baik. Karena bagaimana pun manusia menurut kodratnya adalah "Zoon Politikon" makhluk yang hidup dalam negara. 

Rays
02/10/23

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Senandung Damai Di Negeri-Ku, Indonesia

Perhatian Yesus Kepada Orang-Orang Yang Mendatangi-Nya

Istirahat dan Makan pun Tidak Sempat